Cerpen "Kata Terakhir" Karya : IMMawati Nafisa (Kader PK IMM Moh. Hatta 2020/2021)


     
Kata Terakhir
Karya : IMMawati Nafisa
(Kader PK IMM Moh. Hatta 2020/2021)

Telepon genggam dalam saku mantel ku bergetar. Satu nama yang kubaca di layar handphone ku membuatku sangat malas untuk mengangkatnya. Nama itu mengingatkanku pada sebuah peristiwa. Peristiwa satu hari yang merusak seluruh kebahagiaan hidup ku. Ya 1 hari di mana Aku kehilangan ibuku.

2 tahun yang lalu tepat saat aku baru saja menapakkan kakiku di sekolah baruku. Iya di masa putih abu-abu ku. pada hari pertama masa pengenalan lingkungan sekolah diantar kedua orang tuaku. lengkap. Ada ayahku yang mengendalikan setir mobil dan ibuku yang berada di sisi-nya mengelus perutnya yang bertambah besar karena ada adikku yang sedang dikandungnya. itu aku masih layaknya anak kecil bercerita banyak hal di tengah perjalanan ku ke sekolah baruku. Ya maklumlah ya selama hampir 15 tahun aku sendiri tanpa saudara masih sangat manja terhadap kedua orang tuaku.

Di saat Hening, tiba-tiba Telepon Ayahku berbunyi aku memaksanya untuk mengangkat telepon tersebut karena bagiku Siapa tahu telepon itu penting. Ayahku menolaknya, namun aku terus membujuknya untuk mengangkat. akhirnya Ibuku menawarkan agar dia saja yang mengangkat. ayahku pun mengiyakan, kemudian ia mengambil handphonenya di saku celananya. karena jalan yang tidak rata handphone tersebut terlepas dari genggaman Ayahku. Ia pun berusaha mengambil handphone yang berada di bawah tanpa memperhatikan apa yang ada di depannya.

Dan tanpa kami sadari dari arah berlawanan ada sebuah truk melaju kencang dan mobil kami keluar dari arusnya. tanpa banyak hitungan detik mobilku sudah terpelanting membentur pohon-pohon yang ada di pinggir jalan. dan disitu Hanya Aku dan ayahku yang selamat. Ibuku dan adikku yang masih dalam kandungan pun wafat di tempat kejadian. jika dijelaskan Bagaimana wujud akhirnya aku akan semakin benci dengan ini.

Sejak kejadian itu, aku membenci Ayahku dan selalu menyalahkannya bahwa dialah yang membuat Ibuku dan adikku Meninggal. saat itu mulai saat itu aku pergi dari rumah karena aku masih punya beberapa uang di tabungan ku. aku mencari kos-kosan yang dekat dengan sekolah masa pengenalan lingkungan sekolah ku. ku jalani sendiri tanpa bantuan siapapun. aku tak pernah mau mengangkat telepon Ayahku. aku sangat membencinya. bahkan saat itu aku enggan memanggilnya Ayah. Aku sangat benci. aku masih mengira bahwa dialah yang menyebabkan semuanya terjadi.

Setelah beberapa waktu aku menceritakan kejadian tersebut kepada teman dekatku sekaligus teman kosku. ia mengingatkanku bahwa ini takdir Allah dan ia menyadarkanku saat itu bukan ayah yang salah, tapi aku. aku yang memaksanya mengangkat telepon dan membuatnya bersusah-payah mengambil telepon. dan tidak memperhatikan Kendari mobilnya. Sejak malam itu, aku pun merenung Aku bahkan jadi membenci diriku sendiri. aku selalu menyalahkan diriku sendiri. malam itu aku terus menerus menangis. mataku sungguh sembab melebihi mata panda.

Sampai esok harinya, sebelum berangkat sekolah ayah menelponku lagi untuk pertama kalinya setelah 2 tahun tanpa komunikasi. aku mengangkatnya. tanganku gemetar mataku meneteskan Air mata ini sangat perih menyalahkan orang yang sampai saat ini masih mencariku menyalahkan Ayahku sendiri. "Assalamualaikum" sapaku. suara perempuan yang aku dengar di seberang sana. ia itu Bibiku.

"Waalaikumsalam non. Alhamdulillah akhirnya diangkat Non Anon Saya mau memberitahu" , "apa Bi", "bapak masuk rumah sakit non apa non bisa ke sini". aku terpaku mendengar ungkapan itu sakit semakin dalam bahkan batinku sungguh sesak menerima Ini semua tanpa pikir panjang aku langsung menanyakan di mana ayahku dirawat aku bergegas untuk menemui ibu kos dan memintanya untuk membuatkan ku surat izin dan mengantarkannya ke sekolah. Sesampainya di rumah sakit, aku melihat sosok Ayahku setelah 2 tahun sangat banyak perubahan darinya. Badannya kurus tidak terawat kulitnya keriput menua matanya terpejam dan kini selang terpasang di sekelilingnya. Aku meneteskan air mata perih aku mencium punggung tangan Nya samar karena terhalang selang infus tangannya begitu dingin kemudian Bibi menceritakan bahwa 2 tahun terakhir ayah sakit-sakitan dan Baru kali ini ayahku mau dirawat di rumah sakit. Iya bingung mencari ku di mana-mana karena setiap beliau ke sekolah aku selalu menghindar untuk ditemui.

Setelah beberapa hari ayah ku pun sadar aku tak henti-hentinya menyalahkan diriku dan selalu mengatakan bahwa aku belum bisa membanggakan ayahku. Namun Ia hanya tersenyum mengingatkan aku untuk terus semangat menjalani hari-hariku di SMA. Aku pun berjanji pada Ayahku Aku mengatakan padanya " Ayah Ayah harus kuat ya Rina nggak punya siapa-siapa lagi selain ayah Rina janji Rina akan buat ayah bangga Rina akan buktiin itu lewat nilai UN Rina ya.. Rina janji yah, Ayah harus kuat", "kamu nggak pernah sendiri Rina banyak orang di sekelilingmu yang sayang sama kamu dan Ayah selalu bangga sama kamu Nak", dengan terbata-bata ayahku menjawab seperti itu air matanya menetes lewat kelopak matanya yang keriput.

Ujian Nasional pun berlalu. Berbulan-bulan yang lalu aku berjuang berikhtiar dan berdoa agar aku berhasil melewati ini semua dan membuat Ayahku orang tuaku satu-satunya bangga padaku. Dan hari pengumuman pun tiba dan usah Aku Tak Berbuah sia-sia aku berhasil mengalahkan juara juara di sekolahku dengan izin Allah dan doa Ayah ku disana aku berhasil mendapatkan nilai UN tertinggi di sekolahku. Dengan gembiranya aku langsung bergegas ke rumah sakit dan ironisnya aku mendapati Ayahku dipindahkan menuju ruang ICU. Aku menggenggam tangannya dan membisikkan bahwa aku berhasil mendapatkan nilai UN tertinggi. Ayahku hanya tersenyum dan berkata bahwa ia bangga padaku saat itu juga di perjalanan menuju IC dokter mengatakan jantungnya melemah. Dan saat di ICU belum ada 1 jam ayahku sudah pergi meninggalkan aku untuk selama-lamanya.

Kesedihan itu pasti ada. Berhari-hari aku masih termenung dan belum mempercayai semua ini. Namun ini saatnya aku untuk bangkit di saat berangkat mpls saat SMA aku masih di antar kedua orang tuaku namun di saat berangkat Ospek di perguruan tinggi yang mengundang ku aku berangkat sendiri menggendong semua mimpi mimpiku yang dulu selalu ku ceritakan pada ayahku. Dan membawa seluruh pesan Ayah Ibuku sebelum ia melepas ku untuk hidup mandiri dan menjadi muslimah yang kuat.

Komentar

Posting Komentar

Wajib komentaar, neng ojo saru-saru.

Postingan populer dari blog ini

Profil IMM KOM. MOH. HATTA