Membedah Buku “Membangun Masa Depan Islam”
Dr.
Ali Syariati adalah penulis, ideolog, dan aktivis Iran yang produktif dan
kontroversial. Dr. Syariati adalah
penganut islam syiah yang menjadikan ‘Ali dan Husyain sebagai salah satu figure
pedoman perjuangannya. Buku Membangun Masa Depan Islam (MMDI) merupakan
kumpulan kuliah Dr. Syariati yang diterbitkan pada tahun 1979 diantara sejarah
panjang hidupnya sebagai penggerak maupun pemikir umat yang harus memaksa
dirinya keluar-masuk penjara. Buku setebal 192 halaman ini terdiri dari 4
bagian, bagian yang pertama mengambil sub judul “Dari Mana Kita Mesti Mulai”,
bagian yang kedua mengambil sub judul “Apa yang Harus Dilakukan”, bagian ketiga
dengan sub judul “Pesan untuk Para Pemikir Tercerahkan”, bagian keempat
“Membangun Masa Depan Islam”.
Umat Islam adalah umat yang paling
utama diciptakan di muka bumi ini. Sebagai umat unggulan hendaknya Islam mampu
untuk menelisik lebih dalam kekuatan serta ancaman yang dihadapi dalam
kehidupan kekinian. Buku MMDI ini mengawali pembahasan dari konteks masyarakat
Islam yang tenggelam dalam budaya barat. Tenggelam dalam budaya barat ini lebih
nyata tatkala sarjana Iran menelan mentah-mentah ajaran barat: Humanisme,
demokrasi, hingga kebebasan seks diadopsi. Buku ini tidak mengulas keburukan
demokrasi ataupun humanism, namun demokrasi dan humanism ini menjadi tunggangan
kolonial yang nyata dalam merusak identitas masyarakat. Tesis agama,
nasionalisme dan humanism merupakan cara berpikir yang benar, namun jika
digunakan di tempat dan waktu yang salah, ketiganya dapat digunakan sebagai
alat untuk menciptakan kesatuan di kalangan orang-orang yang mestinya
bermusuhan. Misal menciptakan hubungan palsu antara penjajah dengan yang
terjajah dengan kedok humanisme. Gerakan pencerahan-palsu dan modernisme Islam
ditelurkan melalui sarjana-sarjana Islam sendiri, sebagai contoh di Iran ada
Mirza Malkum Khan (1833-1908) yang menyatakan “satu-satunya jalan bagi kita
untuk maju sepenuhnya-dari ujung rambut ke ujung kaki-seperti orang Eropa.
Sayalah orang yang, untuk pertama kalinya, menjatuhkan bom ketaklukan pada
bangsa Eropa di kalangan masyarakat Iran masa itu..”
Metodologi dalam upaya memunculkan
ketertinggalan diulas oleh buku MMDI ini cukup gamblang, selain melalui factor
eksternal ternyata factor internal Islam itu sendiri tak kalah kompleks. Dalam
factor eksternal, penguasaan media sebagai alat pemicu perubahan dari keinginan
menjadi kebutuhan akan nyata merubah perilaku moralistis, asketis, dan antikonsumeristis
dirubah menjadi materialistis, dan konsumeristis. Penguasaan media ini tentu
lekat kaitannya dengan perkembangan masyarakat industry pasca-Abad Pertengahan
yang menghadapi kebuntuan filosofis di Eropa. Masyarakat industri yang dituntut
melakukan eksploitasi sumber daya dan melakukan ekspansi untuk memasarkan
produknya. Pada fase di mana peradaban diukur dari komoditas (sesuatu yang bisa
dijual) tunggal yaitu kapitalistik, maka ekspansi menjadi sebuah metode yang
disempurnakan oleh ilmu pengetahuan, filsafat, teknologi, kesenian,
kesusasteraan, sosiologi, sejarah, psikologi, dan agama. Mereka akan membuang
karakteristik-karakteristik spiritual, sejarah, agama, dan etnis
mereka-sehingga mereka bisa disihir menjadi budak mesin pabrik “kekaisaran
dunia yang adikuasa”.
Faktor Internal dari pengrusakan jati
diri umat Islam adalah dengan berlindung dalam peribadatan umat islam sendiri,
ada yang menciptakan hubungan palsu antara yang memeras dan yang diperas, islam
juga diserang melalui penciptaan intelektual gadungan dan pemimpin agama
gadungan yang memiliki perannya masing-masing. Intelektual gadungan berusaha memberikan
ajaran-ajaran palsu terhadap masyarakat, dan pemuka agama gadungan memisahkan
umat dari realitas. Seperti halnya Kristen Katholik, umat Katholik diarahkan
hanya untuk urusan akhirat sedangkan duniawi ini ditinggalkan. Hal tersebut
bertolak belakang dengan pendapat Abu Dzar yang mengatakan kalau kemiskinan
masuk dari satu pintu maka keimanan akan keluar dari pintu lainnya. Dua alat
(intelektual-pemuka agama gadungan) tersebut akan melindungi kebodohan dan
pembiusan, penyebar ketakhyulan, kebohongan dan khayalan penyebab kerendahan
budi, orang yang menipu rakyat, dan atas nama islam melupakan nasib,
kemiskinan, dan kesengsaraan mereka, serta mengabaikan bahaya persekongkolan
dan membujuk umat agar menerima status
quo demi ridlo Allah. Dalam fase ini Dr. Syariati menyebutnya bahwa Al
Qur’an vis a vis dengan Al Qur’an.
Dalam sejarah, Rasulullah paham benar
atas kondisi umatnya pada waktu tersebut, sehingga dalam pidatonya yang
terakhir yang disampaikan di masjid nabi berkata dengan lirih “wahai
rakyat, tanda-tanda zaman gelap telah datang susul-menyusul.” Beliau tahu bahwa
islam tidak akan mengalami kekalahan dikarenakan pengikutnya yang masih sedikit
atau pun menyerah kalah dalam perang terbuka dengan kaum kafir. Beliau juga
paham bahwa Abu Dzar dan ‘Ali tidak akan terbunuh di medan perang, namun mereka
terbunuh dengan konspirasi pemerintah. Beliau juga sadar sepenuhnya bahwa Islam
adalah ajaran yang sempurna yang mana semangat islam adalah jiwa yang telah
menjadi korban badannya sendiri.
Yang dibutuhkan adalah suatu
revolusi intelektual dan kebangkitan kembali Islam, suatu gerakan budaya dan
ideologis yang didasarkan atas landasan-landasan terdalam keyakinan kita,
dilengkapi sumber-sumber paling kaya yang kita miliki. Revolusi intelektual
disini adalah memunculkan orang-orang yang tercerahkan (rushanfekri) dalam mempengaruhi masyarakat untuk bergerak. Orang-orang
yang tercerahkan bukanlah orang yang pernah pergi ke Eropa, pernah mempelajari
suatu aliran tertentu, telah lulus dari sebuah kursus tertentu, atau memperoleh
gelar kesarjanaan tertentu. Orang yang tercerahkan belum tentu lahir dari rahim dunia pendidikan modern ataupun
dunia pendidikan tradisional, Lalu
siapakah yang “tercerahkan” itu? Pendeknya, orang yang tercerahkan adalah orang
yang sadar akan “keadaan kemanusiaannya”, di masanya, serta setting
kesejarahannya dan kemasyarakatannya. Kesadaran semacam itu selanjutnya memberi
tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial ini akan berkelindan dengan
berbagai amanah yang harus dijalankan umat manusia dalam dimensi keimanan, kepemimpinan
dan keadilan. Meskipun bukan nabi, pemikir yang tercerahkan harus memainkan
perananya sebagai nabi dalam masyarakatnya. Dia harus menyerukan kesadaran,
kebebasan, dan keselamatan bagi telinga rakyat yang tulidan tersumbat,
menggelorakan suatu keyakinan baru dalam hati mereka, dan menunjukkan kepada
mereka arah sosial dalam masyarakat mereka yang mandek. Kesadaran diri yang
dimiliki pemikir yang tercerahkan akan menjadi kekuatan yang mengubah rakyat statis
yang bobrok menjadi kekuatan yang dinamis dan kreatif. Perubahan itu akhirnya
melahirkan jenius-jenius besar dan menciptakan lompatan-lompatan besar, yang
pada gilirannya, menjadi batu loncatan bagi timbulnya peradaban, kebudayaan,
dan pahlawan-pahlawan yang agung.
Pertarungan patron-klien memang
tidak lagi bisa dihindari, ditandai dengan pemusnahan massal jati diri
kemanusiaan yang menjadikan manusia bertempur dengan rasa manusiawinya sendiri.
Agama sebagai benteng terakhir pun telah dikuasai kaum borjuis dan diubah
menjadi bentuk yang reaksioner dan paling buruk adalah agama yang ada di
kalangan rakyat tidak lagi dapat digunakan sebagai sarana perlawanan, kesadaran
dan gerakan, tetapi sebaliknya juga berfungsi sebagai zat pembius dan membeku
yang akan membuat rakyat tanpa mereka ketahui apa yang sebenarnya terjadi pada
mereka sementara perhatiannya tersita oleh ritual-ritual dan tindakan-tindakan
yang tak bermaknaserta takhyul yang bodoh. Peran nyata dari yang tercerahkan di
sini mengembalikan manusia ke dalam kediriannya. Tujuannya ada dua yaitu:
a. Membawa
generasi baru yang terdidik dari lingkungan yang dulu membentuknya sebagai
pengikut dunia Barat dan dari perbudakan intelektual dan spiritual atasnya oleh
para penjajah, menuju jalan yang benar, dan
b. Menggerakkan
dan membebaskan rakyat religious yang mandek dan statis dari sifat reaksioner
mereka, dari tradisi-tradisi kuno mereka yang telah beku, dari fanatisme
religious-palsu mereka yang tidak dilandasi kesadaran , dari ketakhyulan dan
kebiasaan pemikiran yang bobrok dan diwariskan secra turun temurun.
Tercerahkan dengan agama Islam
mewujudkan kebangkitan bukan hanya untuk menemukan ‘diri” budaya dan
kesejahteraannya, tetapi juga agar mampu menghadapi serangan yang tak kenal
ampun dari nilai-nilai yang diimpor dari barat serta penyusupan mereka dari
semua sisi, kita harus “berpegang teguh
pada tali Allah” (QS 3:103). Jadi islam dapat dikemukakan sebagai
“ideology”, “arah”, “panduan”, “iman”., “penafsiran batiniah atas dunia”, dan
sebagai suatu jawaban yang paling mendasar yang mengusik jiwa manusia masa kini
yang mudah berubah-ubah. Individu-individu yang tercerahkan ingin menggerakkan
suatu revolusi intelektual dan kepercayaan dalam masyarakat, mengubah
pandangan-dunia, pandangan ilmiah dan arah spiritual generasi mereka dalam
menghadapi kekosongan yang ada dan bahkan kebencian akan iman, memobilisasi
suatu gelombang keyakinan agama yang kuat, logis dan rasional, melukiskan islam
sejati di lingkungan yang terasing dan terlupakan sekarang ini, menyampaikan
pesan nabi mereka kepada rakyat, memulai suatu kebangkitan-kembali islam dan
pembaruan agama yang logis dan progresif dalam masyarakat dan zaman mereka.
Dalam mewujudkan tugas kenabian,
Allah SWT telah menurunkan Al Qur’an sebagai pedoman yang nyata. Pesan-pesan yang disampaikan oleh pemikir
tercerahkan telah lengkap disertai kehidupan Muhammad SAW dengan para sahabat
yang sholeh sebagai suri teladan. Al Qur’an juga mewadahi sejarah yang
dialektis yang dapat disesuaikan dengan perjuangan kenabian. Bagian ketiga dari
buku MMDI menguraikan tentang pesan-pesan Al Qur’an untuk para pemikir yang
disertai dengan pemurnian penafsiran pada masa sekarang. Pada bagian ini Sr
Syariati mengambil ayat-ayat Al Qur’an (Surah Al Rum) yang dijadikan contoh
perjuangan Islam dalam membangun peradaban di mana pencerah diminta untuk
bersabar, diminta untuk berjuang, merenungkan kehidupan di dunia dan kehidupan
setelah kematian.
Dr Syariati juga berusaha untuk
memberikan panduan praktis bagi intelektual yang tercerahkan dalam menjalankan
misinya. Program tersebut telah dicurahkan dalam panduan praktis Riset
Husayniah Irsyad yang bertujuan untuk:
a. Kepentingan
dan kebutuhan yang dirasakan berkaitan dengan riset ilmiah islam.
b. Membentuk
penalaran , observasi, penyusunan teori pengajaran, pemahaman kebenaran, dan
pengetahuan yang cukup tentang agama yang ditekankan oleh Al Qur’an.
c. Urgensi
menutup kesenjangan yang dalam dan gelap yang terbentang di antara kita dan
mata air Islam yang murni. Selama lebih dari empat belas abad, Islam telah
tenggelam dalam kebudayaan agama asing, dan oleh unsure-unsur di luar tradisi.
d. Kebutuhan
akan ijtihad, yang merupakan satu-satunya factor yang menjamin perubahan dan
evolusi pemahaman ilmiah dan progresif atas islam.
e. Pentingnya
penyebaran Islam pada masa sekarang, yaitu era “pertempuran antara
gagasan-gagasan” yang memiliki pengaruh kuat dan ketidakstabilan
pemikiran-pemikiran dan nilai-nilai moral.
Adapun
Program Riset yang dirancang adalah sebagai berikut:
Riset
1.
(terdiri atas enam kelompok Riset)
|
Pendidikan
(terdiri
atas lima kelompok pengajaran)
|
Propaganda
|
Unit-Unit Organisasional Logistik
|
a.
Islamologi
b.
Filsafat Sejarah
c.
Kebudayaan dan Ilmu-Ilmu Islam
d.
Negara-negara Islam
e.
Seni dan Sastra
|
a.
Islamologi
b.
Quranologi
c.
Pelatihan Dakwah (Tabligh)
d.
Sastra dan Seni
e.
Bahasa Arab dan Inggris, dan Sastra
|
a.
Khutbah dan Pidato Keagamaan
b.
Konperensi-konperensi Ilmiah
c.
Kongres-Kongres, Seminar-seminar dan Wawancara-
Wawancara Ilmiah
|
a.
Pusat Buku, dokumen dan Statistik
b.
Perpustakaan Keliling
c.
Percetakan
d.
Publikasi
e.
Terbitan-terbitan berkala
f.
Terjemahan
g.
Ibadat Haji dan Keagamaan
|
Dengan nama Allah, Tuhannya Muhammad,
utusan terakhir yang mempunyai kesadaran, kemampuan dan kemerdekaan. Tuhannya
Imam ‘Ali teladan Muslim sejati, korban penindasan, pemimpin umat manusia.
Dengan nama Allah, Tuhannya Abu Dzarr, contoh seorang musthad’afin, rakyat yang tertindas di masa lampau dan masa kini;
Tuhan dari mereka yang sepanjang sejarah telah menderita dan mengalami siksaan,
dan mereka yang sekarang tetap menahan kesengsaraan. Allah milik mereka yang
telah dipisahkan dari harta dunia sepanjang sejarah. Wallahualam bi al showaf..
Kartasura, 08 Oktober 2013
[1] Makalah di sampaikan pada forum diskusi IMM Komisariat Mochamad
Hatta, di hall FEB UMS. Tanggal 08 Oktober 2013.
Pengisi
materi : Muhammad Nur
Komentar
Posting Komentar
Wajib komentaar, neng ojo saru-saru.