Lebih dari Sekadar Suara: Perempuan dan Perjuangan Menuju Kebebasan
Masih banyak orang yang tidak nyaman ketika perempuan bicara soal uang—apalagi kalau perempuan itu juga berani bicara soal kebenaran. Perempuan yang vokal, cerdas, dan mandiri sering kali dianggap mengganggu tatanan. Seolah-olah keberadaan mereka terlalu “berisik” untuk dunia yang belum siap menerima suara mereka.
Sayangnya, pandangan ini bukan hal baru. Dan yang lebih menyedihkan lagi, keberanian perempuan sering kali dibalas dengan cara yang kejam. Bukan cuma dibungkam, tapi juga diteror.
Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan oleh kasus jurnalis perempuan dari Media Tempo yang mendapat teror saat menjalankan tugasnya. Bayangkan—seorang perempuan yang bekerja keras, berkarya, dan bersuara atas nama kebenaran… malah diteror hanya karena keberaniannya. Ini bukan sekadar isu jurnalisme. Ini tentang ruang aman yang masih belum sungguh-sungguh ada untuk perempuan.
Perempuan yang aktif di ruang publik seperti harus berjalan di atas tali tipis. Bicara uang, dicap matre. Bicara isu penting, dibilang galak. Padahal, perempuan punya hak yang sama untuk berpikir, bersuara, dan mengambil keputusan—di rumah, di kantor, di jalanan, di mana saja.
Tapi faktanya, ruang itu belum sepenuhnya aman. Teror terhadap jurnalis perempuan jadi bukti nyata. Keberanian mereka masih sering dianggap ancaman. Padahal, coba pikir lagi: apa yang salah dari perempuan yang ingin mandiri secara finansial dan vokal secara intelektual?
Data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia tahun 2022 menyebutkan, dari 852 jurnalis perempuan yang disurvei, 82,6% mengaku pernah mengalami kekerasan. Bentuknya macam-macam—dari intimidasi, pelecehan online, sampai doxing dan teror ke rumah pribadi. Sementara itu, menurut BPS tahun 2023, partisipasi ekonomi perempuan baru sekitar 53%. Artinya? Masih banyak tantangan yang mereka hadapi, termasuk dalam hal keamanan, pengakuan, dan keadilan.
Saya pribadi sangat kagum dengan perempuan-perempuan yang berani ambil kendali atas hidupnya—lewat keuangan, pengetahuan, dan keberanian. Mereka bukan ancaman. Mereka itu cahaya. Saat seorang jurnalis perempuan dibungkam, itu bukan cuma tentang satu profesi. Itu tamparan untuk kebebasan berpikir dan bersuara kita semua.
Saya punya harapan besar: semoga makin banyak ruang aman dibuka untuk perempuan. Ruang yang tidak penuh syarat, tidak menggunakan standar ganda. Ruang yang sungguh-sungguh membebaskan. Di mana perempuan bisa menulis, bekerja, bersuara, dan hidup dengan utuh—tanpa harus takut karena keberaniannya sendiri.
Hari ini, perempuan bukan cuma sedang menjadi. Mereka juga sedang membentuk dunia yang lebih adil. Untuk setiap perempuan yang bicara soal hidup, soal hak, soal uang, dan soal kebenaran—teruslah menulis. Karena tulisan kalian bukan cuma untuk didengar. Tapi juga untuk bertahan. Untuk melawan. Dan untuk membebaskan.
Komentar
Posting Komentar
Wajib komentaar, neng ojo saru-saru.