Degradasi Eksistensi & Idealisme Kaum Terpelajar

 

Degradasi Eksistensi & Idealisme Kaum Terpelajar

Oleh : Ezat Indra Saputra


    Mahasiswa yang sampai saat ini digadang gadang sebagai kaum terpelajar, hingga tak
jarang disebut sebagai kaum intelektual merupakan sebuah pencapaian tertinggi bagi seorang
individu dalam mengais ilmu pengetahuan. Seorang yang dipandang memiliki previllage lebih
dibandingkan individu lain untuk turut andil dalam hal perubahan. Yang mana sejarah pun telah
membuktikan bahwa golongan ini memiliki peranan penting dalam proses kehidupan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Mulai perannya dalam usaha kemerdekaan hingga pada hal yang
sampai saat ini melekat dingatan kita semua, yakni Peristiwa 98. Oleh sebab itu, mahasiswa selalu
menjadi motor penggerak perubahan dalam sebuah peradaban. Dinamika pergerakan mahasiswa
hingga saat ini masih terus bergulir. Namun, berdasarkan jejak pendapat hingga fakta yang ada,
apakah dinamika atau peran dari kaum terpelajar ini sendiri masih bertahan secara eksistensi dan
esensi yang diberikan ?

    Secara eksistensi, mahasiswa dapat dikatakan mulai mengalami kemunduran, artinya
mahasiswa saat ini dirasa kurang memposisikan diri dalam menghadirkan buah pemikiran hingga
aksinya untuk kalangan masyarakat luas. Mahasiswa seolah lupa diri, lupa akan hal yang menjadi
idealism nya dan perannya. Hal ini terbukti dengan adanya data di lapangan. Dalam hal sederhana
saja, sangat miris ketika melihat aksi yang mereka lakukan, yang mana dalam hal bermasyarakat
seolah mahasiswa menjadikan proses tersebut hanya sebagai penggugur kewajiban universitas
Usaha yang dilakukan sekedar untuk mendapatkan penilaian life skill, tanpa adanya follow up
guna memberikan impact lebih. Lalu sudahkah Universitas kembali meninjau tiap kewajiban yang
diberikan ? saya rasa juga kurang menjadi perhatian para birokrasi untuk hal tersebut.

    Lalu siapa yang mesti kita salahkan dari degradrasi yang terjadi saat ini ? dengan kita coba
mengesampingkan peran mahasiswa di kehidupan berbangsa dan bernegara, coba kita kembali
ulas bagiamana kebijakan pendidikan kita saat ini pula ? bagaimana kesadaran para birokrat yang
duduk dengan senang nya di atas sana. Sudahkah universitas/pendidikan kita saat ini menjalankan
perannya secara maksimal ? kembali pada hal eksistensi, fakta yang terjadi atau degradasi yang
terjadi ditandai dengan kedunguan kembali. Mahasiswa yang diharapkan menjadi penyambung
lidah rakyat, dengan pragmatisnya turun menyuarakan hanya sekedar untuk mencari eksistensi
diri, bisa dikatakan just konten. Mahasiswa yang kosong, tanpa ada kajian, konsolidasi dsb, hadir
di tengah dinamika aksi demonstrasi. Lalu bagiamana dengan esensi kehadira kaum yang katanya
terpelajar ini ? ya, saya kembalikan ke pemikiran saudara saudara sekalian.

    Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah tersebut. Yang pertama adalah
kondisi masyarakat yang sudah jauh berbeda dengan kondisi di masa lampau. Ada pergeseran
nilai-nilai dalam masyarakat yang menyebabkan perbedaan tersebut. Demonstrasi sudah tidak lagi
mendapat respek dari masyarakat karena dianggap sebagai tunggangan politik beberapa elit
tertentu. Pergerakan mahasiswa yang dianggap murni tanpa disadari ternyata ada kepentingan lain
di belakangnya. Demokrasi titipan, begitu stigma masyarakat terhadap gerakan mahasiswa saat
ini. Sedangkan apabila demonstrasi dilaksanakan murni aspirasi rakyat dan untuk kepentingan

mereka, maka banyak orang akan beranggapan “Apa sih yang mereka dapatkan dari unjuk rasa?
Udah panas, tambah bikin macet jalanan ibukota.”

Perkembangan budaya hedonisme dan konsumerisme barat juga mulai menggerus budaya kritis
mahasiswa yang biasanya menghasilkan idealisme-idealisme cemerlang. Mahasiswa lebih sibuk
melakukan internalisasi diri dibandingkan melakukan kajian mengenai isu-isu yang menyangkut
kemaslahatan orang banyak. Arah pergerakan sudah tidak lagi tentang bagaimana
memperjuangkan kepentingan orang banyak, melainkan keuntungan apa yang dapat mereka
peroleh dari situasi tertentu.

    Hal ini tentu saja menurunkan daya pikir mahasiswa untuk menyerukan idealismeidealisme mereka yang terkenal kritis karena berani melawan kebijakan-kebijakan pemerintah
yang dianggap merugikan masyarakat. Padahal idealisme untuk mempertanyakan benar atau salah
itulah yang harus dijaga dalam pengawalan proses demokrasi di Indonesia. Saya pribadi
berpendapat bahwa sebenarnya pergerakan mahasiswa hingga saat ini masih bergulir. Namun tentu
saja pergerakan tersebut dilakukan sesuai dengan perkembangan jaman. Dialog dan audiensi
dengan pihak-pihak terkait bisa menjadi jalan tengah dalam pergerakan mahasiswa di masa
sekarang. Demonstrasi tetap perlu dilakukan jika memang sudah tidak ada cara lain yang bisa
ditempuh untuk menanggulangi suatu permasalahan negara. Namun perlu diingat bahwa sebagai
golongan terpelajar, aksi ini harus dilakukan dengan rasional dan bijaksana. Atau nantinya kita
membutikan secara nyata satu teori yang mengatakan bahwa
“Pada saat terjadi pembentukan
kekayaan atau perubahan yang luar biasa, di waktu yang sama terjadi pula kemiskinan atau
kesengsaraan”
namun dalam hal ini lebih pada kemiskinan pikir para kaum terpelajar dan
kesengsaraan batin
yang mereka ciptakan sendiri.

    Pada akhirnya, kaderisasi lah yang memegang peran penting agar pergerakan dapat
berjalan secara kontinu. Bagaimana kaderisaasi tersebut dapat menciptakan bibit-bibit unggul
dalam ranah pergerakan bukanlah suatu hal yang mudah. Bukan hanya sekedar ritual, melainkan
juga penyampaian nilai-nilai serta idealisme yang akan mahasiswa usung dalam pergerakanya.
Uluran tangan dan pikir dari para pengampu, dalam hal ini, Dosen/civitas akademik sangat
diperlukan. Jangan sampai ada satu statement/pemikiran yang keluar dengan batin yang me “Univ
atau dosen dosenku aja tidak peduli ko, dosenku kan hanya menekankan tugas tugas aja”. Dalam
opini ini, saya menyebut kaum terpelajar, artinya semua civitas/sumber daya manusia yang ada di
lingkup pendidikan memiliki tanggung jawab besar atas degradasi yang terjadi saat ini.



"Di bawah pemimpin yang baik, anak buah bodoh pun ada gunanya. Tapi di
bawah pemimpin yang bodoh, pasukan terbaik pun kocar-kacir"

~Kang Komar Preman Pensiun~

Komentar

Posting Komentar

Wajib komentaar, neng ojo saru-saru.

Postingan populer dari blog ini

Profil IMM KOM. MOH. HATTA