Kontra Pemikiran Gerakan Mahasiswa (Oleh IMMawan Luky Achmal ; Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan PK IMM Moh. Hatta Periode 2019)
Kontra Pemikiran Gerakan Mahasiswa
Oleh : IMMawan Luky Achmal Febrianto
(Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan IMM Moh. Hatta FEB UMS)
Menelisik lebih jauh tentang khasus ekologi yang sempat menggemparkan
hati para aktivis. Khasus ekologi masih saja menjadi jamuan hangat dalam
berbagai kajian bagi para mahasiswa. Tentunya untuk mereka yang biasa disebut
aktivis militan. Mulai dari PT. RUM, penggusuran Tamansari, NYIA, Kentingan
baru, Pabrik Semen Rembang dan masih banyak lagi. Semuanya berbicara mengenai
ekologi serta bersentuhan langsung dengan masyarakat. Jika berbicara perihal
penggusuran maka semakin akrab ditelinga kita tentang aparat, memang merekalah
tangan kanan dari pegiat modal ini. Lalu siapa mereka yang berani menggusur
masyarakat? Ia pun lahir dari rahim masyarakat. Lantas siapa yang berani
bertanggung jawab?
Lagi lagi para feodal yang berbicara tentang ini, ekspansi ekonomi yang
menyandra sebagian dari mereka yang tak bermateri. Yang tak berdaya tak punya
nyawa pun nyali, mereka berpasrah. Hanya sebagian dari mereka yang mampu
bertahan. Dengan sedikit gebrakan oleh para pejuang lingkungan. Tak banyak dari
mahasiswa yang tergetak dan tergerak kemudian sadar akan khasus ekologi semacam
ini, mereka yang masih berdiam diri selalu saja memiliki alibi. Jika ditanya,
mereka peduli, namun dalam tindakan nol besar, ini yang menjadi kritik atas
Quran surat As Saf:3.
Bagi mereka yang berjuang dalam gerakan juga memiliki kontra pemikiran.
Khasus ekologi yang notabene menyerang lingkungan malah ia sendiri juga
mengkebiri sebagian. Sejauh mana mereka bertindak sejauh itu juga mereka
melakukan tindakan setimpal. Adakah revolusi yang lahir dari pragmatisme? Dalam
buku Revolusi Islam, Al-Azir mengatakan tidak ada revolusi yang lahir sebelum
seluruh masyarakatnya merasakan hal yang sama. Bukan sekadar kata, rezim yang
sedang mereka lawan adalah rezim tiran yang memang memiliki militansi kuat dalam
meredam amukan masa.
Kita kesana kemari meneriakkan keadilan, berkobar semangat juang, namun
berkaca dzolim. Lantas keadilan yang mana yang sedang kita perjuangkan?
Aristoteles pernah mengatakan kebijakan tidak lahir dari satu ujung yang jauh
dan ujung jauh lainnya, melainkan berada ditengah-tengah. Teori jalan tengah
Aristoteles ini mengajarkan bagaimana menjadi bijak dalam menyikapi berbagai
permasalahan khususnya ekologi. Permasalahan seperti ini menjadi wajib untuk
disikapi bagi semua umat jika mereka benar bergetar hatinya melihat
ketidakadilan karena sebagian dari kaumnya dianiaya oleh sebagian yang lain,
setidaknya itu yang dilakukan Nabi ketika membebaskan para budak-budak tak
berdosa sekian abad yang lalu. Kritikku untukmu, kritikku untukku.
Wassalamualaikum wr.wb
Komentar
Posting Komentar
Wajib komentaar, neng ojo saru-saru.