KAJIAN AKADEMIS

Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2022 : Pelibatan Rakyat atas Suatu Kebijakan Publik; dan Pasal Kontrovesial didalamnya 


Disusun Oleh :

Bidang hikmah Komisariat Mohammad hatta

Periode 2022/2023

 


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Presiden Joko widodo pada 30 Desember 2022 kemarin telah menerbitkan Perppu Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditolak Mahkamah Konstitusi karena dinilah cacat secara formil. Pada hari kamis(25 November 2021) dibacakan Putusan MK No.91/PUU-XvII/2020 dalam siding putusan yang digelar, menyatakan “Pembentukan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (inkonstitusional) secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ’tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan.’  yang mana apabila “Pembentukan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka MK berpendapat proses pembentukan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 adalah tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945, sehingga dinyatakan cacat formil.” ? Ketika keluarnya sebuah Putusan atas MK yang menyatakan bahwa Undang-undang Cipta kerja masih tetap berlaku secara lnkonstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukannya, sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan oleh MK, yaitu harus dilakukan perbaikan paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan dan juga Putusan MK juga menyatakan bilamana agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersigat strategis sampai delakukan perbaikan atas pembentukan Undang-Undang Cipta kerja.

Pada dasarnya untuk menerbitkan suatu peraturan pemerintah harus memenuhi kaidah-kaidah yang telah  Diatur dalam UUD 1945 dalam pasal 22 ayat 1,2, dan 3 yang berbunyi ; Pasal 22 ayat (1)“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.” Pasal 22 ayat (2) “Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikut.” Pasal 22 ayat (3) “Jika tidak mendapatkan persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.”

      Apa yang membedakan atas Perppu dan Undang-Undang? Perihal yang membedakan antara Perppu dan Undang-Undang ialah pada masa berlakunya, Masa berlaku perpu cukup singkat sedangkan Undang-Undang berlaku seterusnya sampai ada Undang-undang yang mencabutnya. Perpu berlaku sampai persidangan DPR yang terdekat dengan tanggal penetapan Perppu tersebut. Setelah itu, yakni apakah putusan yang ada akan menyetujui atau tidak menyetujui.  Sehingga apabila Perppu telah disetujui maka Perppu akan berubah menjadi Undang-Undang, Sedangkan jika ditolak maka Perppu tidak berlaku. Selanjutnya presiden mengajukan Rancangan Undang-undang tentang pencabutan Perppu tersebut yang dapat mengatur pula segala akibat dari penolakan tersebut. 

Lantas ada apa dibalik pemerintah segera menerbitkan Peraturan pemerintah tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022? Pemerintah memandang ada cukup alasan untuk menyatakan bahwa diundangkannya Perpu Nomor 2 Tahun 2022 ini didasarkan pada alasan mendesak, yaitu misalnya dampak perang Ukraina yang secara global maupun nasional memengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia mengalami ancaman inflasi, ancaman stagflasi, krisis multisektor, suku bunga, kondisi geopolitik, serta krisis pangan. Namun apabila ditinjau lebih lanjut, bahwasanya sebelum terbitnya Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2020 tentang Cipta kerja yang minim akan partisipasi publik maupun telah keluar putusan MK yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk meninjau kembali Perpu selama 2 tahun.

 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsultasi Publik

Kebijakan(policy) merupakan sebuah kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Aspek-aspek dalam membuat kebijakan publik  sudah seharusnya setiap masyarakat mempunyai beberapa tujuan bersama. tujuan bersama ini dapat diungkapkan dengan melalui usaha bersama, sehingga apa yang dituangkan dalam proses pembuatan kebijakan umum memiliki rencana-rencana yang mengikat oleh sang pembuat kebijakan yakni pemerintah.

Dalam membuat sebuah kebijakan publik, Pemerintah diharuskan untuk mensosialisasikan mengenai rancangan atau perundang-undang yang akan diterbitkan terhadap masyarakat agar pelaku yang akan menerima dampak atas dibuat sebuah kebijakan publik dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada kedepannya. Dalam Konsultasi Publik terhadap perundang-undangan yang telah dibuat harus melalui oleh para pemegang otoritas atau oleh eksekutif maupun legislatif dapat terealisasikan.

Melalui Konsultasi Publik ini pemerintah dapat meminta dan menerima umpan balik yang komprehensif dari warga masyarakat dalam kaitannya dengan proses pembuatan kebijakan. Pemerintah dapat melibatkan Komunitas, kalangan professional atau akademisi, dan organisasi masyarakat lainnya yang ada. Sehingga pemerintah akan mendapatkan apa yang ada sesungguhnya di masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan karena masyarakat lebih paham terkait realita yang ada pada sekitar mereka dan dampak yang akan ditimbulkan nantinya apakah akan dapat menguntungkan masyarakat ataupun akan merugikan masyarakat itu sendiri. 

Dalam proses Pembuatan Kebijakan Publik merupakan sebagai tanggung jawab bersama yang harus dipikul bersama-sama antara masyarakat sebagai penerima dampaknya ataupun pemegang otoritas selaku pembuat. Atas dilibatkannya berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan publik maka kebijakan yang publik yang ada nantinya dapat secara komprehensif diterima oleh masyarakat umum. 

Rakyat sebagai stakeholder atau pemegang kekuasaan tertinggi di negara berhak untuk menerima dan memberi masukan dalam proses pembuatan undang-undang. Masa pembuatan sebuah kebijakan publik dapat dipahami sebagai sebuah impian atau harapan masyarakat yang kelak akan mensejahterakan rakyat dan masyarakat akan merasa aman atas sebuah kebijakan publik yang ada karena kehidupan rakyat tidak akan terlukai akibat merasa dibohongi oleh pemerintah yang merasa ada yang disembunyikan mengenai kebijakan publik yang dibuat. Konsultasi publik dapat dilakukan oleh pemerintah dengan membuat semacam tim independen untuk mensosialisasikan mengenai rancangan kebijakan publik yang didalamnya terdapat para pemegang otoritas supaya aspirasi masyarakat dapat terealisasikan dan masyarakat dapat mengawal bahwasanya dalam proses pembuatan kebijakan publik.

 

2.2  Lemahnya landasan hukum tentang Partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik         

Demokrasi bukan hanya berupa sebuah kontestasi dalam perebutan kursi kekuasaan atau berkutat pada pemilu. Demokrasi dapat diartikan sebuah pelibatan masyarakat dalam proses politik, yang mana ada partisipasi rakyat namun tidak berhenti pasa setelah diadakannya pemilu, pelibatan rakyat harus terus berlanjut. Atas nama kepentinga bersama atau masyarakat, para wakil rakyat tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa mempertimbangkan peran masyarakat.

Dalam proses pembuatan kebijakan publik pastinya perlu mencakup berbagai pandangan dari pihak atau penuh akan aspirasi masyarakat, pemerintah juga harus menjamin keselamatan masyarakat dalam hak warga negara untuk ikut serta memberikan aspirasi dalam proses pembuatan kebijakan publik. Mengenai pembuatan kebijakan publik sudah seharusnya para eksekutif maupun legislatif untuk mencantumkan bahwasanya syarat-syarat dalam proses pembuatan kebijakan publik diisi juga dengan aspirasi masyarakat yang ada atas informasi mengenai rancangan kebijakan publik transparan secara transparan.

Dengan adanya kepastian hukum mengenai hak warga negara dalam ikut serta memberikan tanggapan ataupun menerima informasi, maka akan menjamin masyarakat dapat melakukan suatu perilaku yang sesuai dengan ketentuan dalam hukum yang berlaku dan begitu pula sebaliknya. Tanpa adanya kepastian hukum, maka seorang individu atau masyarakat tidak dapat memiliki suatu ketentuan yang baku untuk menjalankan suatu perilaku.      

Pada sisi lain, partisipasi warga juga harus dijamin secara jelas dan tegas dalam UU. Karena itu setidaknya harus mencakup pernyataan eksplisit mengenai:

  1. Hak warga masyarakat untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan,
  2. Kewajiban eksekutif dan legislatif untuk melibatkan masyarakat,
  3. Mekanisme yang jelas mengenai partisipasi masyarakat (berupa konsultasi publik dan pemberian informasi secara transparan)
  4. Sanksi bagi para pejabat publik yang menghalangi proses partisipasimasyarakat tersebut.

Melalui keterlibatan publik dalam pembuatan kebijakan setidaknya diperoleh beberapa manfaat, pertama, yakni mendukung terwujudnya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kedua,  memperkaya pandangan dan argumentasi atas kebijakan yang akan dilahirkan sehingga membuat kebijakan tersebut menjadi lebih berkualitas. Ketiga, membuat sebuah kebijakan lebih berpeluang diterima masyarakat. Keempat, biaya yang digunakan dalam pembuatannya menjadi lebih efisien. serta yang kelima, meminimalisir respon negatif masyarakat yang dapat berdampak pada stabilitas politik.

 

2.3 Pasal-Pasal Kontroversial dalam Perppu Cipta Kerja

        Dalam pembuatan kebijakan publik yang minim akan partisipasi masyarakat pasti akan terdapat pasal-pasal yang membingungkan bahkan dapat merugikan masyarakat itu sendiri, yakni dalam Perpu No. 2 Tahun 2022 :

1. Outscoring

• Pasal 64 dalam Peraturan pemerintah tentang cipta kerja

  1. Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian alih daya yang dibuat secara tertulis.
  2. Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dalam Perppu
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) diatur dalam Perppu

2. Terkait Upah Minimum

    • Pasal 88c ayat (2) Perppu cipta kerja

        "Gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota."

    • Pasal 88 D ayat (2) Perppu cipta Kerja

        "Formula perhitungan upah minimum mempertimbangkan variabel ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu."

    • Pasal 88 F Perppu Cipta Kerja

        "Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pasal 88 D ayat (2)."

    • Pasal 89 Perppu Cipta Kerja

        Terkait Upah minimum sektoral (UMSK) dihapus.

3. Hari Libur

    Berdasarkan pasal 79 ayat (2) Perppu Cipta Kerja ditegaskan bahwa:

        Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/butuh paling sedikit meliputi :

            a.  Istirahat antara jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja, dan

            b.  Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu

4. Pesangon berpotensi menjadi lebih kecil

        Pada pasal 156 Perpu Cipta Kerja:

            a.  Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diminta;

            b.  Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan;

            c.  Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan;

 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


BAB 3

KESIMPULAN

Suatu kebijakan publik pada saat telah disahkan hingga diterapkan pasti akan memilik dampak yang cukup signifikan terhadap masyarakat. Atas diterbitkannya Perppu No. 2 tentang Cipta Kerja yang diterbitkan oleh pemerintah pada hari Jumat 30 Desember 2022 kemarin yang sebelumnya juga telah terbit UU No. 1 Tahun 2020 tentang cipta kerja. Keluarlah Putusan MK mengenai UU No. 1 Tahun 2020 tentang cipta kerja bahwasanya pemerintah diberikan waktu selama 2 tahun untuk memperbaiki UU tersebut, akan tetapi pemerintah tidak mengindahkan amanat dari MK namun justru menerbitkan Perpu dengan dalih sedang ada kegentingan yang cukup memaksa maka diterbitkan lah suatu perpu tersebut. Kami menyatakan sikap untuk menolak atas diterbitkannya Perpu No. 2 Tahun 2022 tentang cipta kerja dan meminta pemerintah untuk melaksan amanat dari MK untuk memperbaiki UU No.1 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan pasal 184 Perpu No. 2/2023 disebutkan bahwa : 1. Semua peraturan pelaksanaan dari undang-undang yang telah diubah oleh Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, dan 2. Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2020 tentang cipta kerja yang masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Apalagi dengan UU No.1 tahun 2020 tentang cipta kerja yang minim akan partisipasi rakyat, sudah seharusnya pemerintah untuk lebih melibatkan masyarakat bukan malah mencabut dan menggantikannya dengan Perpu No. 2 Tahun 2022.

 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


DAFTAR PUSTAKA

1. Internet

https://setkab.go.id/pemerintah-terbitkan-perppu-cipta-kerja/

https://setkab.go.id/transformasi-partisipasi-publik-dalam-perumusan-kebijakan-di-era-reformasi/

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17816

https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176882/Perpu_Nomor_2_Tahun_2022.pdf

 

2. Buku

Pengantar Ilmu Politik- Yoyoh Rohaniyah

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil IMM KOM. MOH. HATTA