Masif Tidaknya Organisasi Tergantung pada Pemimpinnya? (Oleh IMMawati Estry Annasya Winas ; Ketua Bidang Organisasi PK IMM Moh. Hatta 2019)
Masif Tidaknya Organisasi
Tergantung
pada Pemimpinnya?
Oleh
: Estry Annasya Winas
The best example
of leadership is leadership by example.
-Jerry
McClain of Seattle, WA-
Seiring dengan berkembangnya
peradaban rupanya tak membuat dunia semakin mengerat. Kemajuan teknologi telah
membawa pengaruh besar kepada setiap individu. Kurangnya filtrasi dari
masing-masing individu terkait pergeseran zaman diyakini membawa pengaruh buruk
terhadap individu itu sendiri. Salah satu dampak dari kurangnya filtrasi
tersebut adalah meningkatknya angka individuasi diri pada suatu individu.
Seorang individu tersebut akan cenderung menikmati dunia barunya tanpa
berinteraksi dengan individu lainnya. Mereka beranggapan bahwa keefektifan
berinteraksi melalui media online
ataupun sejenisnya akan membawa hasil yang memuaskan. Akan tetapi justru hal
tersebut menjadi boomerang bagi
individu itu sendiri. Hal tersebut memicu rusaknya citra jiwa sosial dari
masing-masing individu sehingga mengakibatkan perpecahan diantara keduanya
lantaran tidak adanya komunikasi secara langsung.
Sebagai agen perubahan
yang memiliki landasan teoritis dan intelektualitas yang tinggi tentu hal
tersebut bukanlah menjadi suatu momok besar bagi seorang mahasiswa. Dikatakan sebagai seorang mahasiswa yang mempunyai
idealisme adalah mereka para mahasiswa yang memutar otaknya dan kemudian
bertindak untuk bagaimana mengembalikan kondisi negara menjadi ideal. Dalam hal
ini adalah melakukan perlawanan terhadap hal-hal yang merusak esensi
globalisasi yang sudah sangat jelas memberikan pengaruh sebaliknya pada
masyarakat dunia saat ini, khususnya di Indonesia sendiri. Namun kemudian dari
hal tersebut muncullah tanda tanya besar terkait, “Mampukah seorang mahasiswa
membawa perubahan dan melakukan perlawanan dengan berdiri tegak di atas kedua
kakinya saja?”. Tentu tidak demikian. Sebesar apapun ambisi seorang mahasiswa
dalam merubah dan mengembalikan keadaan pada tingkat sewajarnya tentu tidak
akan memberikan hasil apapun atau justru malah berimbas sebaliknya sekalipun ia
memiliki dasar yang kuat mengenai pemicu timbulnya suatu perlawanan.
Terbentuknya sebuah organisasi rupanya mampu
menjadi media perlawanan. Thompson
berpendapat bahwa, organisasi merupakan suatu integrasi dari sekumpulan
individu-individu yang ahli dan sangat impersonal serta rasional yang
bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan yang spesifik yang telah disepakati
sebelumnya. Artinya, suatu organisasi tercipta karena adanya suatu tujuan yang
sama dari individu satu dengan individu lainnya yang kemudian menjadi tujuan
bersama. Lantas mengapa dikatakan organisasi mampu menjadi media perlawanan? Dalam
suatu organisasi tentu tidak terdiri atas satu dua orang saja, melainkan
sekumpulan individu yang kemudian mengelompok dan berideologi serta bekerjasama
dalam mewujudkan visi terbentuknya suatu organisasi. Semakin tinggi tingkat
kuantitas yang berkualitas maka akan semakin mengurangi tingkat penolakan
sebuah perlawanan.
Organisasi tidak cukup
hanya berideologi dan bebas melakukan perlawanan dengan adanya kuantitas dan kualitas
yang mumpuni saja. Sebuah organisasi memiliki suatu pengikat. Maksud dari
pengikat disini adalah suatu aturan. Aturan-aturan yang mengikat tersebutlah
yang menjadi pedoman atau dasar sebagai kontrol dalam menjalankan organisasi
tersebut. Berbicara terkait aturan dan siapa yang menjalankannya, setiap
organisasi memiliki pemimpin dan anggota yang dipimpin. Dimana kemudian
keduanya terlibat dalam suatu kepemimpinan.
Kepemimpinan merupakan suatu
proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam
usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan, hal ini pernah disampaikan oleh Ralph M. Stogdill dalam
Sutarto (1998b:13). Mampu tidaknya
seorang pemimpin dalam memimpin anggotanya dapat dilihat dari bagaimana sistem
kepemimpinan tersebut berjalan. Dalam suatu kepemimpinan, seorang pemimpin
memegang kekuasaan penuh terhadap anggota yang dipimpinnya. Akan tetapi bukan
berarti seorang pemimpin mampu bersikap otoriter terhadap anggotanya. Kepemimpinan
dikatakan baik apabila hubungan atau interaksi dan kerjasama diantara keduanya
mampu terjalin sempurna dan sejalan pada satu visi.
Jika kita melihat keluar
lebih luas lagi, maka kita akan menemui sistem kepemimpinan yang justru berjalan
sebaliknya. Kita akan temui banyak masyarakat yang duduk di sepanjang emperan perkotaan
sedang mengatungkan tangan dan meronta. Mereka merupakan salah satu contoh
korban keotoriteran seorang pemimpin. Tidak bisa kita pungkiri, bahwa banyak
para pemimpin lebih mengutamakan pengekangan dan tuntutan daripada melakukan
pendekatan. Namun, berdasarkan Teori
Hubert H. Humphrey, yang kita
butuhkan dari seorang pemimpin pada era sekarang bukan hanya sekedar peralatan
perang dan bentrokan di meja rapat. Akan tetapi juga meliputi pemahaman terhadap
dampak yang akan timbul dengan adanya keetoriteran yang tidak terkontrol. Hal
ini dikarenakan seorang pemimpin yang otoriter dan terlalu membebaskan akan berdampak
buruk pada organisasi yang dipimpinnya, dalam hal ini adalah suatu negara.
Salah satunya yaitu menghambat terwujudnya sebuah visi organisasi. Faktor lain
yang dapat menghancurkan pelan-pelan suatu organisasi yaitu agitasi yang
berlebihan dalam berretorika.
Seorang pemimpin yang ideal
adalah bukan mereka yang hanya pandai berretorika saja namun juga mereka yang
lebih mengedepankan action. Tidak
semua pemimpin mampu mengaktualisasikan sebuah retorika yang mereka katakan
sendiri. Justru sikap seorang pemimpin yang seperti inilah yang seharusnya
paling utama dihindarkan. Seorang pemimpin yang benar-benar patut dijadikan pemimpin
adalah seorang pemimpin yang mampu memberikan contoh (Jerry McClain of Seattle, WA). Artinya ketika seorang pemimpin tersebut
mampu menjalankan apa yang dikatakan maka tidak akan adanya keraguan dari para
anggota yang dipimpin untuk mempercayai setiap retorikanya. Dengan demikian
organisasi tersebut akan berjalan sebagaimana mestinya lantaran sistem
kepemimpinannya yang ideal.
Komentar
Posting Komentar
Wajib komentaar, neng ojo saru-saru.